Minggu, 01 Februari 2015
SEKILAS MENGENAL [KEMBALI] MANTRA
Diselia oleh Ki Pandhu Arya Dinata
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Mantra tidaklah sama maknanya dengan doa. Mantra juga bukan doa!
Doa merupakan permohonan kepada Tuhan sesuai dengan kepercayaan yang kita anut. Sedangkan mantra itu merupakan daya hidup.
Seumpama senapan, mantra merupakan pemicu senapan. Pemicu senapan sebagai daya hidup. Senapan dan pemicunya merupakan senjata. Kata-kata dalam mantra merupakan senapan dan pemicunya sebagai teknologi spiritual. Teknologi spiritual semacam ini merupakan teknologi kuna yang termasuk kategori tingkat tinggi sebagai hasil karya leluhur nusantara di masa silam.
Makna mantra itu sendiri sering kali simpang siur. Sehingga tidak jarang terjadi kesalahpahaman dalam memaknai mantra. Yang sering terjadi, bahwa mantra dianggal sebagai hal yang selalu berhubungan dengan makhluk halus dan bersifat negatif. Mantra selalu ditafsirkan sebagai kekuatan setan atau kekuatan hitam. Padahal tidak demikian.
Ada seorang dukun santet yang mengucapkan lafal tertentu. Tampak ia komat kamit. Hal ini bukan termasuk sejenis mantra. Lafal yang ia ucapkan hanyalah merupakan password atau kata kunci atau kode isyarat. Password ini berupa kata-kata untuk memanggil sekutunya yakni sejenis jin, “setan” atau makhluk gaib sebagai pesuruh. Mereka bersekutu untuk mencelakai korbannya.
Dalam tradisi meditasi ala Kejawen dikenal berbagai macam mantra. Dalam filsafat kejawen mantra dipahami tak ubahnya sebagai sarana atau alat, atau senjata hasil karya cipta manusia untuk digunakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Alat atau senjata yang berupa suara atau kalimat yang memiliki makna sangat mendalam (esensial).
Karena berupa alat atau media, mantra bersifat netral. Artinya baik atau buruknya mantra bukan berada dalam isi mantra itu namun tergantung orang yang menggunakan. Meskipun demikian sebagaimana alat, ada yang bisa digunakan untuk kedua-duanya yakni kebaikan dan keburukan. Ada pula yang bisa digunakan untuk sarana kebaikan saja, bahkan hanya keburukan saja. Itulah rahasia mantra.
Karena seringkali orang memanfaatkan mantra untuk merugikan orang lain dan mencari keuntungan pribadi maka timbul konotasi negatif. Padahal sebenarnya mantra sama halnya dengan pisau, bisa disalahgunakan untuk merampok orang, bisa juga dimanfaatkan untuk sarana rumah tangga.
Dalam tradisi kejawen dan tradisi sinkretisme terdapat beberapa mantra yang lazim digunakan dalam olah meditasi. Misalnya sebagai berikut:
Mantra 1
Kakang kawah adi ari-ari
kadangku kang lair nunggal sedina
lan kadangku kang lair nunggal sewengi
sedulurku papat keblat lima pancer
ewang-ewangana anggonku madeg semedi
Mantra 2
Sangkun dzat sukma
sukma kang ana sanjabaning wayangan
ni endang sukma kang mider ana sajroning wayangan
sira aja ngaling-alingi
aku arep ketemu kadangku kang sejati
kang langgeng ora owah gingsir
saperlu kanggo meruhi sejatiningsun
Mantra 3
Ingsun tajalining dat kang Mahasuci
kang amisesa
kang kuwasa angandika : kun – payakun
dadi saciptaningsun
ana sasedyaningsun
teka sakarsaningsun
metu saka kodratingsun
Mantra 4
Assalamu ’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Sumber:
http://archive.kaskus.co.id/thread/4892886/160
http://webpuisi.blogspot.com/2008/11/mantra.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar