Sabtu, 31 Januari 2015
MEMBINA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PUISI DAN CERITA PENDEK
Seperti tahun-tahun lalu, Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (OOSN) dan Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLSSN) diselenggarakan pada bulan Mei. Seperti biasanya, informasi atau surat edaran datangnya "mendadak". Artinya waktu tinggal 1 - 2 minggu. Lalu persiapan bagi para siswa yang diikutsertakan hanya 1 - 2 minggu. Cukupkah? Sudah barang tentu tidak cukup. Alhasil, prestasi mereka asal-asalan. Asal bisa diikutkan di tingkat kabupaten.
Ada kiat khusus bagi sekolah tertentu yakni mempersiapkan diri jauh-jauh sebelumnya. Artinya jika OOSN dan FLSSN diselenggarakan pada Mei 2015, maka pada awal tahun pelajaran 2014/2015 sudah dibuka Kegiatan Ekstrakurikuler Bina Prestasi. Kegiatan ini diselenggarakan setiap Sabtu, sesudah kegiatan belajar mengajar. Para pesertanyapun terbatas, yakni para siswa yang memang mempunyai hobi yang dimaksud. Yang berhobi menulis puisi mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Bina Prestasi Puisi. Yang berhobi menulis cerita pendek mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Bina Prestasi Cerita Pendek. Demikian pula untuk Atletik Tolak Peluru, Renang, dan sebagainya.
Namun, ternyata tidak semudah membalikkan tangan. Para siswa yang antusias ikut awalnya banyak, namun lama kelamaan berkurang. Sudah barang tentu, hal seperti ini menjadi perhatian dan keprihatinan tersendiri. Mereka memang perlu mendapat pengertian bahwa kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan bukan untuk kepentingan sekolah, tetapi untuk kepentingan mereka masing-masing dalam mengembangkan hobinya.
Ketika memasuki semester genap, yakni Januari - Februari 2015 seperti kita hayati sekarang, sebenarnya sudah termasuk mendesak. Bagi sekolah-sekolah yang tidak bervisi ke depan, tetap saja menggunakan prinsip "ala carte". Artinya sekedarnya, jika memang bisa diikutsertakan yang diikutsertakan, jika memang tidak mampu mengikuti ya sudah tidak usah mengikuti. Tanpa ada kejelasan tujuan ke depan.
Sekarang tinggal bagaimana menyikapi menyongsong OOSN dan FLSSN 2015 yang sebentar lagi hadir, di sela-sela menyongsong para siswa kelas IX menghadapi Ujian Nasional 2015. Waktu pun mengalir tanpa kita mampu membendungnya!!!
Rabu, 28 Januari 2015
KURIKULUM BERORIENTASI MANFAAT DAN SEKOLAH BERBASIS AGAMA
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sepanjang perjalanan bangsa Indonesia mengisi kemerdekaan ini, kurikulum telah mengalami pergantian beberapa kali. Mulai dari kurikulum 1968, kemudian Kurikulum 1975. Sembilan tahun kemudian, Kurikulum 1984. Lalu diikuti Kurikulum 1996, 2004, 2006 (KTSP). Dan yang terakhir, tidak berumur panjang, yaitu Kurikulum 2013. Dalam pembelajaran, kurikulum-kurikulum ini selalu berorientasi tujuan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selalu dikemukakan tujuan pembelajaran, baik tujuan instruksional umum, maupun tujuan instruksional khusus.
Tujuan pembelajaran itu seperti tujuan menempuh suatu perjalanan. Misalkan dari Wonokromo siswa dapat melaksanakan perjalanan sampai pelabuhan Tanjung Perak. Kalau siswa sudah sampai di pelabuhan Tanjung Perak, berarti tujuan pembelajaran itu tercapai. Lalu apa manfaatnya? Siswa tidak pernah bisa memanfaatkan dari tujuan yang dimaksud. Yang penting sudah sampai tujuan. Maka wajar saja bahwa selama ini kurikulum yang berorientasi tujuan, tidak pernah menunjukkan manfaat yang signifikan. Kalau diambil pokoknya saja: Pokoknya tujuan tercapai, tuntaslah sudah. Itulah kurikulum yang tidak berorientasi manfaat. Lalu kapan ada kurikulum yang berorientasi manfaat? Kita tunggu saja sampai 2016 (10 tahun berlakukanya Kurikulum 2006/KTSP).
Juga, akhir-akhir ini marak sejumlah siswa SD yang berbondong-bondong masuk sekolah bukan SMP (sekolah umum) tetapi sekolah yang muatan agamanya lebih banyak seperti Madrasah Tsanawiyah (MTs). Mengapa? Ini disebabkan oleh kurangnya jam pelajaran bagi pendidikan agama. Para orang tua pun bagaimanapun secara naluri fithriyah ingin anak-anaknya bermoral mulia (akhlaq al - karimah). Maka wajar, mereka ingin anak-anaknya mendapat pembelajaran agama yang lebih daripada di sekolah umum. Lalu sekolah umum (SMP) bak pak jenggot yang kebakaran jenggot berusaha menggenjot muatan agamanya dengan cara menyelenggarakan kuliah tujuh menit (kultum) sebelum pelajaran dimulai, tartil Qur'an, shalat Dhuha, kegiatan ekstrakurikuler Taman Pendidikan Al - Qur'an, peringatan hari besar Islam, dan sebagainya. Memang sah-sah saja menyelenggarakan hal semacam. Yang penting tidak panas-panas tahi ayam. Artinya penyelenggaraan kegiatan keagamaan seperti itu jangan hanya mendekati Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Lalu setelah siswa baru diterima, kegiatan semacam lenyap alias raib bagai ditelan bumi.
Ada pula SD-SD yang "berlangganan" siswa-siswanya bersekolah di SMP (satu-satunya sekolah lanjutan tingkat pertama di kecamatan) agar di SD-SD tersebut ada pembinaan pramuka sepekan sekali. Hal yang bagus dan itu perlu disambut baik. Caranya penggalang terap yang ada di SMP bisa melakukan kunjungan dan praktik membimbing adik-adiknya yang siaga di SD. Sebaran para penggalang terap di SD-SD sungguh bakal menarik simpati SD-SD setempat dan sekitarnya. Tentu pihak Kwarcab pun jangan kebakaran jenggot: KOK NGGA LEWAT LEMDIKACAB YA? Tentu saja pihak Kwarcab harus introspeksi bahwa selama ini kiprahnya bagai di atas angin saja, tidak pernah turun ke pelosok-pelosok gugus depan (gudep). Ayo maju terus adik-adik penggalang terap, yang penting kalian sedikit demi sedikit memperoleh wawasan kependidikan dan ilmu kependidikan dari para pembimbing yang ada di gugus depan baik di SMP maupun di SD. Selamat berkiprah!
Selasa, 27 Januari 2015
KORDINASI SEHARUSNYA LEBIH DITINGKATKAN
Dua orang pengawas tiba-tiba datang di suatu sekolah. Dikatakan tiba-tiba, karena tanpa pemberitahuan dan atau tanpa perencanaan terlebih dahulu. Bukan karena, takut diawasi atau diinspeksi semacam inspeksi mendadak. Tetapi sebenarnya lebih dari itu. Lebih-lebih lagi bahwa kedatangan mereka 30 menit menjelang kegiatan belajar mengajar jam terakhir sebelum usai. Itu berlaku bagi siswa kelas VIII dan kelas VII. Sedangkan siswa kelas IX menghadapi Try Out versi sekolah. Atas perintah kepala sekolah, guru Bimbingan dan Konseling menyampaikan pengumuman tepatnya pemberitahuan lewat pelantang suara yang kelewat lantang bahwa guru-guru yang sedang mengajar supaya berkumpul di laboratorium, karena akan mendapat bimbingan dan arahan dari pengawas. Sudah barang tentu, guru-guru menurut alias tidak satupun membangkang. Lalu bimbingan dan arahan dari dua orang pengawas pun berlangsung. Intinya mengenai sosialisasi Petunjuk Teknis PP Nomor 46 Tahun 2011 (yang diterbitkan pada 30 Desember 2011). Hal ini terkait dengan Penilaian Prestasi Kerja (PPK), Sasaran Kerja Pegawai (SKP), dan Perilaku Kerja (Pegawai). Ditengarai terjadi perbedaan pemahaman atas penilaian yang sedang dan akan berlaku. Tidak pelak lagi, lewat sampling, memang terjadi perbedaan pemahaman. Diskusi pun berlangsung berlarut-larut. Sementara guru urusan kurikulum merasa resah dan gelisah, karena para siswa kelas IX yang direncanakan menghadapi Try Out versi sekolah tak kunjung diselenggarakan. Juga guru-guru yang mata pelajaran di-UN-kan terlibat mengikuti sosialisasi. Akhirnya, guru urusan kurikulum memberanikan diri untuk memberitahukan kepada pengawas bahwa akan diselenggarakan Try Out versi sekolah. Delapan orang guru pun keluar dan langsung menuju kelas masing-masing.
Sungguh hal ini sangat disesalkan mengapa bisa terjadi? Bukan karena apa, tentu sebagai tuan rumah, sekolah harus mempersiapkan akomodasi. Selebihnya harus ada kordinasi. Kalau tidak, maka seperti kejadian sehari-hari: AKTIVITAS SELALU NGGAK NYAMBUNG, DAN NGGAK JELAS TUJUANNYA. Gimana sich?
Kamis, 15 Januari 2015
Dalam Buku Paket "Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan" Kelas VII yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014 yang berdasarkan Kurikulum 2013 pada halaman 250 dicantumkan teks bacaan dengan judul "Teknologi Proses Sampah". Pada paragraf 1 diuraikan sebagai berikut.
Dengan teknologi yang tepat, sampah yang tadinya sebagai barang buangan, kotor, berbau, menimbulkan penyakit, dan mencemari lingkungan dapat menjadi barang yang bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Sampah anorganik bisa membantu mengembangkan industri pengolah kompos menjadi pupuk organik dan juga dapat diolah menjadi industri energi/industri bahan bangunan.
Bisa Anda bayangkan, ketika kita baca dengan nyaring tentu kita membutuhkan stamina yang lebih agar tidak kehabisan napas. Perhatikan pula bahwa Paragraf 1 ini hanya terdiri atas 2 kalimat : kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk rapatan.
Sumber artikel bertaut dengan http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2583--teknologi tepat-guna-dari-sampah.html. Sumber artikel tidak salah.
Tetapi jika artikel ini disajikan bagi anak-anak SMP/MTs kelas VII atau anak-anak SMP/MTs pada umumnya tentu perlu dipertanyakan. Akan terbacakah artikel ini (artikel seperti ini)?
Memang di bagian akhir disebutkan "Diolah ...", tetapi tampak tidak mempertimbangkan aspek keterbacaan. Jangankan anak-anak, orang dewasapun tentu akan segan membaca paragraf dengan kalimat yang panjang (kalimat majemuk bertingkat dengan bagian-bagian kalimatnya yang beranak). Atau haruskah guru diminta untuk mengolahnya terlebih dulu?
Misalnya seperti ini.
Sampah adalah barang buangan, kotor, berbau, menimbulkan penyakit, dan mencemari lingkungan. Dengan teknologi yang tepat, sampah bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi.Sampah organik dan sampah anorganik bisa didaur ulang.
Haruskah guru dihadapkan pada teks-teks yang sulit dicerna, kemudian diminta untuk mengolah kalimat-kalimat yang ada sehingga para siswanya bisa mencerna teks bacaan yang ada?
Maka bersyukurlah wahai para guru Bahasa Indonesia, Kurikulum 2013 tidak diberlakukan, dan kita kembali kepada Kurikulum 2006. Ingatlah, aspek keterbacaan harus dipertimbangkan betul-betul. Menyusun materi pelajaran kok coba-coba?
Jumat, 09 Januari 2015
MEKANISME 10 TAHUNAN. Jika titik tolak tahun 2006 sebagai acuan, dengan diberinya label Kurikulum 2006 -yang lebih kita kenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan- lalu menggunakan mekanisme 10 tahunan, maka pada tahun 2016 hadir Kurikulum 2016. Namun, belum sampai tahun 2016, telah lahir Kurikulum 2013. Berarti terjadi perubahan mekanisme, yaitu menjadi 7 tahun. Tentu ada kekhawatiran, bakal berubah menjadi mekanisme 5 tahunan, kalau perlu 3 tahunan. Jika kurikulum sebagai acuan baku yang seharusnya berlaku cukup lama, ternyata harus berubah-ubah, maka yang kacau ialah kegiatan belajar mengajar di kelas. Benar-benar kacau. Gurunya bingung, apalagi muridnya. Lalu pembuat kebijakan berdalih: Kan sudah disosialisasikan? Kan sudah diujicobakan di sekolah-sekolah pilot. Kurikulum kok dibuat coba-coba. Lebih runyam lagi, para pembuat kebijakan suka memaksakan kehendak. Guru-guru harus patuh dan tunduk menurut aturan yang berlaku. Jangan membantah, sekalipun regulasi itu berbau kekeliruan!!! Jika sudah demikian, maka guru-guru "patuh dan tunduk" kelihatannya, tetapi sebenarnya akan tertawa terbahak-bahak karena aspirasinya terkebiri dan ingin melengkapinya sebagai lelucon yang pantas ditertawakan. Dunia ini tidak sekedar panggung sandiwara, tetapi lebih mengena pada dunia dagelan, yang tidak perlu diprihatinkan lagi. Tetapi lebih kepada sudahlah enaknya bagaimana, ikuti saja arah angin.... Daripada susah-susah. Sementara yang ngotot harus begini harus begitu, yang sudahlah teruskanlah kengototan anda ... wong kengototan anda hanya berlaku bagi anda yang tetap mempertahankan kengototan itu .... lalu siapa yang jadi korban? Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang....(lirik lagu Berita Kepada Kawan - Ebiet G. Ade)....
TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK EKSIS
Suara Guru Ngawi disediakan bagi guru-guru yang sudi menyalurkan aspirasinya, terutama di bidang pendidikan. Namun, sekiranya Anda menyampaikan ide inspiratif yang tidak berbau pendidikan pun ya tentu saja diterima. Juga Anda yang tidak berdomisili di ngawi pun boleh menyampaikan ide kreatif di sini. Semua serba mungkin. Maksudnya, daripada menunggu Anda yang aseli orang Ngawi, mendingan menerima kehadiran ide yang berasal dari luar Ngawi.
Langganan:
Postingan (Atom)