Kamis, 15 Januari 2015
Dalam Buku Paket "Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan" Kelas VII yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014 yang berdasarkan Kurikulum 2013 pada halaman 250 dicantumkan teks bacaan dengan judul "Teknologi Proses Sampah". Pada paragraf 1 diuraikan sebagai berikut.
Dengan teknologi yang tepat, sampah yang tadinya sebagai barang buangan, kotor, berbau, menimbulkan penyakit, dan mencemari lingkungan dapat menjadi barang yang bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Sampah anorganik bisa membantu mengembangkan industri pengolah kompos menjadi pupuk organik dan juga dapat diolah menjadi industri energi/industri bahan bangunan.
Bisa Anda bayangkan, ketika kita baca dengan nyaring tentu kita membutuhkan stamina yang lebih agar tidak kehabisan napas. Perhatikan pula bahwa Paragraf 1 ini hanya terdiri atas 2 kalimat : kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk rapatan.
Sumber artikel bertaut dengan http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2583--teknologi tepat-guna-dari-sampah.html. Sumber artikel tidak salah.
Tetapi jika artikel ini disajikan bagi anak-anak SMP/MTs kelas VII atau anak-anak SMP/MTs pada umumnya tentu perlu dipertanyakan. Akan terbacakah artikel ini (artikel seperti ini)?
Memang di bagian akhir disebutkan "Diolah ...", tetapi tampak tidak mempertimbangkan aspek keterbacaan. Jangankan anak-anak, orang dewasapun tentu akan segan membaca paragraf dengan kalimat yang panjang (kalimat majemuk bertingkat dengan bagian-bagian kalimatnya yang beranak). Atau haruskah guru diminta untuk mengolahnya terlebih dulu?
Misalnya seperti ini.
Sampah adalah barang buangan, kotor, berbau, menimbulkan penyakit, dan mencemari lingkungan. Dengan teknologi yang tepat, sampah bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi.Sampah organik dan sampah anorganik bisa didaur ulang.
Haruskah guru dihadapkan pada teks-teks yang sulit dicerna, kemudian diminta untuk mengolah kalimat-kalimat yang ada sehingga para siswanya bisa mencerna teks bacaan yang ada?
Maka bersyukurlah wahai para guru Bahasa Indonesia, Kurikulum 2013 tidak diberlakukan, dan kita kembali kepada Kurikulum 2006. Ingatlah, aspek keterbacaan harus dipertimbangkan betul-betul. Menyusun materi pelajaran kok coba-coba?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar