Minggu, 26 April 2015

TEMBANG JAWABAN TERMINAL KARTANAGARA Karipta dening Ki Pandhu Arya Dinata

aja gampang sujana marang sapadha-padha uga marang aku kang lagi lunga wingi kuwi aku pamit menyang watualang saperlu nekani undangan reuni para kanca neng terminal kartanagara aku ketemu kanca lawasku nalika sekolah neng esempe telu watualang dheweke ndhisik asal saka dumplengan aja gampang sujana marang aku kang lagi lunga ora patiya adoh tur paling suwe amung sedina wingi kuwi aku ketemu kanca-kanca, kayata sukiran radi, lasmidi, leni, suprihatin, lan gaguk budiawan meh kabeh kang nekani reuni neng rumah makan kuwi pada carita sakabehing pengalaman neng manca kutha kaseksen dening guru-guru kang wus tuwa ya neng dalan anyar kala semana ana pasangan kancaku kang lagi foto pranikah numpak dokar andhong dibacutke kereta mini, lan odhong-odhong ya neng prapatan terminal kartanagara pak polisi sempat ngatur lalu lintas supaya dadi aman, lancar lan waspadha banjur kowe dhewe neng ngendi nalika semana 03 Maret 2015 dilanjutkan 26 April 2015

MELURUSKAN MAKNA GOLEK PESUGIHAN Oleh Ki Pandhu Arya Dinata

Di Balik Makna Golek pesugihan Kita sering mendengar kata ‘golek pesugihan’. Kata ‘golek’ berarti mencari. Sedangkan kata ‘pesugihan’ berasal dari kata ‘sugih’ yang mendapat imbuhan ‘pe-...-an’. Imbuhan ‘pe-...-an’ menunjukkan arti proses menjadi ... (tersebut pada kata dasarnya). Jadi ‘pesugihan’ ialah proses menjadi sugih atau kaya. Yang namanya proses berarti ada tahap-tahap yang harus ditempuh. Biasanya terdiri atas tiga tahap yaitu ‘purwa’ atau awal, ‘madya’ atau tengah, dan ‘wusana’ atau akhir. Proses tidak mungkin dilaksanakan cukup satu tahap saja. Misalnya purwa. Atau madya. Atau wusana saja. Tidak mungkin. Sering terdengar orang berujar,”Lebih cepat, lebih baik.” Tidak jelas maksud ungkapan yang diujarkan itu. Proses tidak bisa dipercepat. Bahkan sering terjadi percepatan proses akan berujung kepada hasil yang mengecewakan bahkan menemui kegagalan. Sering Dianggap Berkonotasi Negatif Kata ‘golek pesugihan’ sering dianggap berkonotasi negatif. Misalnya Si Atra pergi ke Gunung Gnugug. Ia ‘golek pesugihan’. Atau Si Higus pergi menjumpai mBah Osiram. Ia ‘golek pesugihan’. Dari informasi ini, kita bisa memperoleh 2 macam pandangan. Pertama, bila Si Atra atau Si Higus memang berniat untuk pergi ke sana dengan harapan, pulangnya mereka memperoleh keberuntungan, maka mereka terbukti mengandalkan kekuatan magis dari Gunung Gnugug atau mBah Osiram. Kedua, sayangnya kita tidak pernah tahu situasi lubuk yang paling dalam dari Si Atra atau Si Higus. Bahwa mereka berdua hanya berkeinginan pergi ke sana sekadar melakukan refreshing karena tiap hari mereka disibukkan bisnis yang tak pernah berhenti. Sekali waktu mereka pergi ke tempat pariwisata. Sekali waktu mereka minta nasihat kepada orang-orang yang pantas memberi nasihat. Tetapi mengapa mereka pergi ke tempat tersebut? Mengapa tidak pergi ke tempat wisata, misalnya area wisata air dengan water boom-nya. Atau pergi ke pantai, ke kebun binatang? Mengapa juga mereka tidak berusaha menjumpai entrepreneur atau wirausaha? Mengapa mereka tidak berusaha menjumpai tokoh agama yang benar-benar bisa diandalkan memberikan nasihat lengkap, yang menyangkut qadha dan qadar Allah, termasuk bagaimana menghadapi kegagalan. Konotasi Positif Golek pesugihan Marilah kita menempatkan makna ‘golek pesugihan’ pada kedudukan yang sebenarnya (konotasi positif). Kata ‘golek pesugihan’ kita maknai sebagai mencari kehidupan yang sukses dengan berusaha semaksimal mungkin. Sering orang terperangah terhadap orang lain yang begitu mudahnya menggapai kesuksesan. Tetapi lupa bahwa orang yang sukses itu tidak langsung berada di tangga kesuksesan. Ia merangkak dari bawah. Mengandalkan warisan? Betapapun besar warisan, apabila tidak dikelola dengan baik, akhirnya habis juga. Warisan berupa rumah dan kendaraan yang banyak, apabila tidak dimanfaatkan, akhirnya terbengkelai juga. Tentu saja tidak cukup hanya mengandalkan warisan. Warisan boleh melimpah, tetapi upaya mengelola warisan itu yang menjadi tuntutan dan tantangan tersendiri. Maka “golek pesugihan” kita maknai secara positif bahwa tiap-tiap orang berkompetensi untuk mencari kekayaan sesuai dengan kemampuannya. Tidak perlulah sedu sedan itu atas kekayaan orang lain, atas kesuksesan orang lain. Tidak perlulah kita melihat pelangi di atas kepalanya. Bahkan kalau ditelusuri sebenarnya mereka yang punya pelangi di atas kepalanya itu, sedang memandang di atas kepala kita berpelangi. Orang Jawa ternyata bijak juga dengan menggunakan istilah “sawang sinawang”. Itu saja.

Sabtu, 11 April 2015

SEKEDAR USUL : JAMU BERAS ASEM DAN KUNIR KENCUR

Anda tentu pernah minum jamu beras kencur. Rasanya khas jamu, terasa kencurnya. Anda pun tentu pernah minum jamu kunir asem. Kunirnya terasa, demikian pula asemnya. Tetapi, terbayangkah Anda, suatu ketika minum jamu beras asem atau jamu kunir kencur? Mana ada? Ada kalau diadakan. Jika hal ini kita kemukakan atau kita usulkan kepada penjual jamu, belum tentu usulan kita dituruti. Kenapa? Karena mereka lebih cenderung pada kebiasaan lama: membuat jamu beras kencur dan jamu kunir asem. Usulan kita tentu tidak bakal diterima. Kalaupun ditanggapi, mereka hanya berujar: kalau tidak laku bagaimana, sampeyan beli semua? Juga Anda pernah mendengar jamu tape laos? Jamu ini terbuat dari lengkuas yang difermentasi. Lengkuas fermentasi kemudian diparut dan diperas, diberi gula, sedikit garam, dan asam. Jadilah jamu tape laos. Anda ingin mencoba? Silakan mencoba. Tapi kalau dicoba hal lain, misalnya jamu tape kencur, jamu tape beras, atau jamu laos kencur asem, bagaimana? Paling-paling ada yang nyeletuk,”Ah, sampeyan ini ada-ada saja.” Di dunia yang penuh dengan inovatif, memang hal-hal yang tidak biasa perlu dicuatkan, sehingga muncul ada-ada saja. Jika tidak berinovatif, tentu akan tertinggal oleh pelaku usaha yang lain yang otaknya berputar-putar untuk menemukan hal-hal yang sama sekali baru.

Jumat, 10 April 2015

SUDUT BAHASA : MERUBAH ATAU MENGUBAH (?)

Sering kita mendengar ucapan seseorang,”Saya belum merubahnya.”Namun juga kita pernah mendengar ucapan seseorang,”Dalam minggu ini saya berusaha mengubahnya.”Mana yang benar “merubah” ataukah “mengubah”? Cara termudah, ialah kita perlu mencari kata dasarnya. me + rubah  merubah me + ubah  mengubah Apakah merubah bisa dipertahankan? Perhatikan kalimat berikut ini. Ubahlah kalimat aktif berikut ini menjadi kalimat pasif. Bisakah kita ganti: Rubahlah kalimat aktif berikut ini menjadi kalimat pasif! (?) Sekarang kita tengok Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI (1990:756) menyebutkan bahwa rubah ialah binatang jenis anjing bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya; Canis vulpes. Dengan demikian, kata “merubah” berarti menjadi rubah, “rubahlah” berarti perintah agar menjadi rubah. Perubahan dan Pengubahan Perubahan berbeda maknanya dengan pengubahan. Perubahan berarti hal berubah. Perubahan berasal dari ubah mendapat prefiks per- dan sufiks –an. Pengubahan berarti proses mengubah. Pengubahan berasal dari ubah mendapat prefiks pe- dan sufiks –an. Perubahan dan Perubahan Perhatikan penerapan kata “perubahan” dalam konteks kalimat berikut ini! (1) Perubahan jam tayang sudah diumumkan tiga minggu yang lalu.(perubahan  hal berubah) (2) Dalam tayangan “Dunia Misteri” tampaklah perubahan. Seorang manusia pelan-pelan menjadi rubah yang menjijikkan. (perubahan  proses menjadi rubah). Perubahan yang terdapat dalam dua kalimat di atas menunjukkan persamaan bentuk dan bunyi tetapi maknanya berbeda. Hal ini disebut homonim. Apa itu homonim? Homonim (KBBI, 1990:312) ialah kata yang sama lafal atau ejaannya tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan. Misalnya: hak  hak asasi manusia berbeda maknanya dengan hak  hak sepatu.

Senin, 06 April 2015

MGMP Bahasa Indonesia Korwil Ngawi Timur Pertemuan ke-4 dan ke-5

Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (MGMP - Bin) yang dikomandani oleh Sukir, SMPN 2 Bringin memasuki pertemuan ke-4 dan ke-5. Pada pertemuan ke-3 diisyaratkan akan pelaksanaan Publikasi Karya Tulis Ilmiah (PKTI). Sekitar 5 orang yang siap tampil. Selaku Sekretaris, Kusfandiari (SMPN 1 Pangkur) mempersiapkan banner yang bersifat umum agar dapat dipergunakan beberapa kali oleh masing-masing peserta. Sejak 04 April 2015 sudah disiapkan oleh Percetakan dan Fotokopi Mitra Setia Pangkur dengan ukuran 300 cm x 160 cm. Sedangkan papan meja bertuliskan: Penyaji, Moderator, dan Notulis disiapkan oleh Abdul Ghaffar (SMPN 1 Kasreman). Lalu jurufotonya? Untuk mengantisipasi ketidaksiapan teman-teman tentang dokumentasi (masakan pakai kamera handphone?), Kusfandiari mempersiapkan kamera foto dan siap membidik teman-teman yang beraksi. Lalu pelantang suaranya? Nah, ini juga tak terpikirkan.Insya Allah disiapkan oleh Kusfandiari juga, sehingga terbayangkan "ngrembyong" dengan segala perlengkapan publikasi. Tidak mengapa, yang penting sukses. Insya Allah.