Lagi, prediksi bakal terjadi
perbedaan penetapan 1 Syawal. Kali ini 1 Syawal diprediksi jatuh, pertama hari
Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M berdasarkan hasil hisab, dan kedua pada hari Sabtu
Pon 18 Juli 2015 M berdasarkan kemungkinan (baru) bisa dirukyah (dilihat) pada
Kamis Legi, 16 Juli 2015 M.
Padahal sebelum Ramadhan 1436 H, diberitakan bahwa 8
tahun ke depan, yakni sampai tahun 2023 M terjadi persamaan baik menurut Hisab
maupun Rukyah. Misalnya 1 Ramadhan …. H baik Hisab maupun Rukyah mengacu pada
tanggal Masehi yang sama (tidak berselisih satu haripun). “Berita gembira”
itupun tidak berlangsung, manakala kita memperoleh berita dari LAPAN bahwa 1
Syawal 1436 H jatuh pada hari Sabtu Pon, 18 Juli 2015 M. Hal ini dijelaskan
oleh Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin bahwa posisi bulan pada 16 Juli
2015 M mustahil bisa dirukyah. Dia menyatakan bahwa pada 16 Juli 2015 tinggi
bulan di wilayah Indonesia secara umum kurang dari tiga derajat, secara
astronomi itu mustahil bisa dirukyat. (Bandung, 8 Juli 2015).
Fakta
di Lapangan
Seandainya Anda sempat menyaksikan penampakan
rembulan pada pagi hari, usai shalat Shubuh, pada Selasa Wage, 14 Juli 2015 M /
27 Ramadhan 1436 H rembulan menampakkan sabitnya yang begitu tipis. Begitu
tipisnya, 2 hari ke depan bakal memasuki bulan baru (Syawal 1436 H). Secara
subjektif, Ki Pandu Arya Dinata yakin bahwa 1 Syawal 1436 H jatuh pada hari
Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M, terlepas dari bulan bisa dirukyah atau tidak.
Kutipan Al – Manak
Salah satu Al – Manak, dalam hal ini diterbitkan
oleh CV Grafika, Krapyak, Yogyakarta, '021-387345 yang disampaikan
oleh Hasib Drs. H. Muhyiddin Khazin. Disebutkan bahwa:
Ijtima’ terjadi pada Kamis Legi, 16 Juli 2015 M, pukul
08:26:11.95 (WIB)
Tinggi Hilal 03o 01’ 58.69 (di atas
ufuk),
Arah Hilal : 16o 11’ 56.17” (UTB),
Posisi Hilal : 04o 52’ 01.84” (SMt)
Jarak Busur : 05o 43’ 58.38”
Keadaan Hilal : Miring Selatan
Cahaya Hilal : 0,38 Usbu’ (0,32%)
Lama Hilal : 00:14:23.39
Umur Hilal : 09:26:47.50
1 Syawal 1436 H : Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M.
Selain itu disebutkan tentang keistimewaan saat itu,
yaitu Hari Kamis Legi, 16 Juli 2015 M pukul 16.26 WIB matahari berada di atas
Ka’bah sehingga segala sesuatu yang berdiri tepat bayangannya menuju Ka’bah. Bayangan
yang dimaksud dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat.
Apa maknanya dari informasi tersebut di atas?
Pertama, Ijtima’ terjadi 03:33:03 (baca: 3 jam, 33 menit, 03 detik)
sebelum pukul 12.00 WIB. Artinya, matahari punya kesempatan 9 jam melampaui
bulan sampai matahari terbenam, dan bulan “tertinggal”. Perjalanan selama 9 jam
(dari pukul 08.26 sampai pukul 17.26) merupakan perjalanan yang memberikan
kesempatan untuk bulan tampak (wujud ul-hilal). Dengan kata lain, perjalanan 9
jam merupakan perbandingan 9/24 = 0.375 perjalanan orbit
bulan terhadap bumi (hamper ¼ lingkaran orbit bulan terhadap bumi).
Kedua, jika umur bulan 29
hari, setiap malam penampakan bulan terlambat 360o/29 = 12.41379o,
sedangkan jika umur bulan 30 hari, setiap malam penampakan bulan terlambat 360o/30
= 12o. Menurut Ki Pandu, hal ini belum pernah dijelaskan oleh pakar
astronomi manapun.
Artinya apa? Jika tinggi
hilal 2o, karena bulan tidak bisa dirukyah sehingga esok hari
diperhitungkan sebagai hari yang ke-30, maka hari lusanya tanggal 1, bulan
sudah setinggi 2o + 12o = 14o. Maka tidak
mengherankan, orang awam bakal berujar,”Wow, tanggal 1 kok bulan sudah tinggi
ya? Jangan-jangan kemarin tanggal 1?”
Ketiga, pernyataan Thomas
Djamaluddin dan Muhyiddin Khazin berbeda.
Thomas menyatakan bahwa tinggi hilal kurang dari 3o, sedangkan Muhyiddin menyatakan bahwa tinggi hilal sudah mencapai
03o 01’ 58.69 (di
atas ufuk). Yang benar, yang mana? Jawaban sederhananya, keduanya melakukan
penelitian di tempat berbeda.
Keempat, pernyataan Thomas Djamaluddin bahwa pada 16 Juli 2015 tinggi
bulan di wilayah Indonesia secara umum kurang dari tiga derajat, secara
astronomi itu mustahil bisa dirukyat, tidak dapat dijadikan acuan. Hal ini
mengingat bahwa dalam kejadian tertentu tinggi hilal sekitar 2o
ternyata bulan bisa dirukyah.
Kelima, Hari Kamis Legi, 16 Juli 2015 M pukul 16.26
WIB matahari berada di atas Ka’bah sehingga segala sesuatu yang berdiri tepat
bayangannya menuju Ka’bah. Bayangan yang dimaksud dapat digunakan untuk
menentukan arah kiblat. Artinya jarak Indonesia – Arab Saudi terpaut 4 jam 26
menit. Jika dihubungkan dengan ijtima’ yang terjadi pada pukul 08:26:11.95. Itu
berarti bahwa umur hilal di Arab lebih dari 9 jam, yakni 13 jam (lebih dari ½ x
24 jam). Maka jangan heran bahwa Arab Saudi memastikan bahwa 1 Syawal 1436 H
jatuh pada hari Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M.
Sikap Istiqamah yang Harus Dipegang
Bagi umat yang bersikap istiqamah bahwa 1 Syawal
1436 H jatuh pada Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M tetap melaksanakan shalat Idul –
Fithri dan tidak berpuasa (tidak ragu-ragu untuk membatalkan puasanya).
Bagi umat Islam yang bersikap istiqamah bahwa 1
Syawal 1436 H jatuh pada Sabtu Pon, 18 Juli 2015 M tetap melaksanakan puasa
hari ke-30 Ramadhan 1436 H pada hari Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M.
Ada Korban
Berdasarkan pengalaman dan kenyataan sebelumnya,
sebagian umat Islam yang menjadi korban, yakni pada hari Jumat Pahing, 17 Juli
2015 M tidak berpuasa karena ragu-ragu atau menghormati (?) saudaranya yang
melaksanakan shalat Idul – Fithri, dan dia (mereka) melaksanakan shalat Idul –
Fithri pada hari Sabtu Pon, 18 Juli 2015 M. Namun, setidak-tidaknya sikap tidak
istiqamah semacam ini, populasinya berkurang.
Menjunjung Tinggi Toleransi
Mengingat perbedaan seperti tersebut di atas sering
terjadi, maka diharapkan ummat Islam semakin menjunjung tinggi toleransi. Hal
ini mengingat keyakinan tidak dipaksakan. Nilai ibadah hanya terletak pada
lillaahi ta’ala. Beribadah tidak harus ditunjuk-tunjukkan kepada orang lain,
lebih-lebih mengunggulkan pendapatnya sendiri. Juga jangan sampai menyalahkan pihak
lain.
Misalnya:
“Gara-gara ada yang menyelenggarakan shalat Idul –
Fithri 1436 H pada hari Jumat Pahing, 17 Juli 2015 M, saya jadi ragu-ragu berpuasa
pada hari itu.”
“Bagaimanapun rukyah harus diselenggarakan karena
hal itu sunnah Nabi SAW. Jangan meninggalkan sunnah Nabi seperti pelaku-pelaku
hisab.”
“Hisab sebenarnya juga berdasarkan empirisme rukyah.
Tidak bolehkah kita menggunakan kriteria hisab. Kita tidak meninggalkan sunnah
Nabi SAW.”
Pernyataan seperti tersebut di atas, jika
dirangkaikan akan menjadi perdebatan yang tidak ada habisnya, sepanjang
perjalanan hidup manusia.
Lampiran 1
LAPAN Prediksi 1 Syawal 1436 H Jatuh Pada 18 Juli 2015
M
Rabu, 8 Juli 2015 | 13:47 WIB
Kepala
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas Djamaluddin
menyatakan posisi bulan pada 16 Juli 2015 mustahil bisa dirukyat.
"Pada 16
Juli tinggi bulan di wilayah Indonesia secara umum kurang dari tiga derajat,
secara astronomi itu mustahil bisa dirukyat," kata Thomas Djamaludin di
Bandung, Jabar, Rabu (8/7/2015).
Menurut dia,
dengan posisi itu maka sulit untuk bisa melihat hilal pada hari itu. Terlebih
bila pengamatan juga terkendala oleh awan.
"Mungkin
kendala awan bisa minimal karena pada musim kemarau, tapi dengan posisi bulan
itu secara astronomi tidak mungkin dirukyat," tukasnya.
Dengan
demikian, kata di kemungkinan penetapan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri
tahun ini berbeda sangat besar. Di satu sisi ada ormas Islam yang telah
menetapkan kalender 1 Syawal pada 17 Juli.
Namun, bagi
yang berpatokan pada hilal atau hasil rukyat, menurut Thomas kemungkinan besar
menetapkan 1 Syawal pada 18 Juli. Namun demikian, diharapkan bila ada perbedaan
tersebut tidak menjadi permasalahan karena masing-masing menetapkan memiliki
alasan hukum yang kuat.
Lebih lanjut
ia menyebutkan, Lapan akan mengamati hilal di Pekalongan dan berkoordinasi dengan
jaringan pengamat hilal nasional bersama ITB, BMKG, Kominfo dan instansi
lainnya.
Pada
kesempatan itu berharap semua ormas Islam tetap punya visi mewujudkan kalender
tunggal yang mapan, termasuk dalam penetapan 1 Syawal.
"Dengan
tetap punya visi mewujudkan kalender Islam yang mapan, bisa memberi kepastian
waktu ibadah dan kegiatan sosial jangka panjang," tutur Thomas.
Menurut
Thomas, upaya-upaya itu harus dilakukan intensif sambil terus mengupayakan
penyatuan kriteria. Langkah jangka pendek yang bisa dilakukan salah satunya
menjadikan pemerintah sebagai otoritas tunggal.
Lebih lanjut
ia menyebutkan dengan otoritas ada di pemerintah kalender Islam nasional bisa
dikembangkan ke tingkat regional ASEAN, dan selanjutnya ke tingkat global.
Lampiran 2
Minggu, 12 Jul 2015 | 16:17
WIB |
Dibaca: 1028
Yuhanar Ilyas: Muhammadiyah Idul Fitri 17 Juli 2015
Yogyakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis
Tarjih dan Tajdid telah menetapkan awal Syawal 1436 H yang akan jatuh pada hari
Jumat 17 Juli 2015. Hal disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas
didampingi Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar dalam
konferensi pers mengenai pernyataan resmi penentuan awal 1 Syawal 1436H, di
gedung PP Muhammadiyah, Jl. Cik Di Tiro No.23, Yogyakarta, Selasa (7/7).
Dalam
keterangannya Syamsul Anwar, Ijtimak jelang Syawal 1436 H terjadi ada hari
Kamis Legi 16 Juli 2015 pukul 08:26:29 WIB. Ijtimak Terjadi pada pagi hari, ini
berarti kriteria pertama (sudah terjadi Ijtimak), dan kedua (Ijtimak terjadi
sebelum terbenam Matahari) sudah terpenuhi.
Syamsul
Anwar mengunkapkan, Muhammadiyah yang menggunakan hisab hakiki wujudul hilal,
tidak mensyaratkan ketinggian hilal. Untuk Muhammadiyah jelas Syamsul, setelah
terjadi Ijtima’ atau konjungsi dan bulan telah mengejar matahari, serta saat
matahari tenggelam bulan masih ada di atas ufuk, maka kriteria telah terpenuhi
dan esoknya telah masuk bulan baru.
Sementara
itu ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menghimbau pawa warga Muhammadiyah dan
juga masyarakat umum untuk menjadikan momentum 1 Syawal 1435 H, untuk sholat di
lapangan dan tidak lupa membayar zakat fitrah. Muhammadiyah, menurut Yunahar
Ilyas, akan ikut sidang Isbat Kemenag tanggal 16 Juli 2015 di Jakarta. (dzar)
http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-4679-detail-yuhanar-ilyas-muhammadiyah-idul-fitri-17-juli-2015.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar