Selasa, 09 Juni 2015

MENGOLAH PERIBAHASA MENJADI JOKE SEGAR OLEH KI PANDHU ARYA DINATA

Peribahasa sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tatkala orang tidak bisa berterus terang, maka ia akan mengemukakannya dengan menggunakan peribahasa. Namun peribahasa yang ada selama ini hanya dipergunakan sebatas apa yang ada saja. Artinya dari dulu peribahasa itu berbunyi demikian. Jarang ada orang yang berani mengolahnya. Misalnya: Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, yang maksudnya bersakit-sakit dahulu,bersenang-senang ke tepian. Haruskah berlaku demikian? Tentu bisa berlaku kebalikannya. Maka peribahasanya akan berbunyi: Berenang-renang ke hulu, berakit-rakit ke tepian, yang maksudnya Bersenang-senang dahulu, bersakit-sakit kemudian. Berikut ini beberapa bentukan peribahasa yang bisa berfungsi untuk menyindir seseorang atau keadaan. Peribahasa 1 Berenang-renang ke hulu ketemu buaya. Berakit-rakit ke tepian ketemu macan. Bersenang-senang dahulu ketemu bahagia. Bersakit-sakit kemudian meningkatkan iman. Peribahasa 2 Kerbau punya susu, sapi punya nama. Meskipun kalian memiliki kerbau perahan. Air susunya melimpah. Kalian tak pernah mengatakan sebagai air susu kerbau (AIK). Kalian akan mengalihkan sebagai air susu sapi (AIS). Kerbau pun tidak pernah merasa tersinggung. Suatu ketika ia sempat berseloroh,”Kok saya jadi kelinci percobaan? Mestinya yang jadi kelinci percobaan itu kambing dulu atau domba dulu!”. Tapi tukang perah pun berkilah,”Tidak bisa. Kita tidak bisa mencari kambing hitamnya. Masalahnya kambing-kambing yang ada di sekitar sini tidak hitam. Juga kita tidak boleh mengadu domba. Masalahnya domba-domba yang ada di sekitar sini tidak mau diadu.” Mendengar tanggapan tukang perah, kerbau pun ngeyel (baru kali ini ada kerbau ngeyel),”Masalahnya, bisa ngga kalian mengusahakan kuda liar, biar kalian bisa memproduksi (air) susu kuda liar atau kalau disingkat ASKL?”. Bukan hanya itu persoalannya, dulu kami sempat gegabah,”Karena nila setitik rusaklah (air) susu sebelanga.” Kerbau pun menanggapi,”Saya yakin kalian tidak gegabah, masalahnya mungkin ada yang menyusup di kandang ayam, misalnya musang berbulu ayam.” “Lalu apa hubungannya dengan nila setitik?” “Siapa tahu musang berbulu ayam itu bukan memburu ayam, tetapi menaruh nila di dalam belanga?’ Peribahasa yang Sesuai Dalam Karangan Penggunaan peribahasa dalam karangan akan memberi impresi positif kepada pemeriksa bahawa anda mempunyai pengetahuan bahasa yang luas termasuk peribahasa. Oleh itu, saya berharap anda menggunakan sekurang-kurangnya lima peribahasa dalam setiap karangan. 24. Besar-besar istana raja, kecil-kecil pondok sendiri – betapa senangnya di rumah besar kepunyaan orang lain, tidaklah sama dengan rumah sendiri biarpun kecil. 25. Besar tidak boleh disangka bapa, kecil tidak boleh disangka anak – kepandaian atau kelebihan terdapat pada semua orang, tidak kira tua atau muda. 26. Biar mati anak, jangan mati adat – adat resam tidak boleh dilanggar. 27. Biar putih tulang, jangan putih mata – lebih baik mati daripada menanggung malu. 28. Buat baik berpada-pada, buat jahat jangan sekali – berbuat baik janganlah berlebih-lebihan tetapi jangan sekali-kali berbuat jahat. 29. Carik-carik bulu ayam, lama-lama bercantum juga – pergaduhan sesama keluarga tidak berpanjangan, akhirnya berbaik-baik semula. 30. Di luar bagai madu, di dalam bagai hempedu – tipu muslihat biasanya dilakukan dengan perkataan yang lemah lembut dan manis. 31. Di mana ada kemahuan, di situ ada jalan – jika mempunyai cita-cita seseorang akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapainya. 32. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Di mana tanah dipijak, di situ jalan dilalui. Di mana jalan dilalui, di situ banyak lalu lalang. Di mana ada lalu lalang, di situ ada keramaian. Di mana ada keramaian, di situ ada yang datang ada yang pergi. Di mana ada yang datang dan ada yang pergi, di situ ada tegur sapa. Di mana ada tegur sapa, di situ ada tanya jawab. Di mana ada tanya jawab, di situ masalah diselesaikan. Di mana masalah diselesaikan, di situ satu sengketa teratasi. Di mana satu sengketa teratasi, di situ muncul masalah lagi. Di mana ada masalah lagi, di situ banyak dibicarakan. Di mana banyak dibicarakan, di situ ada sekumpulan orang punya kepentingan. Di mana ada sekumpulan orang punya kepentingan, di situ masing-masing berebut pengaruh. Di mana masing-masing berebut pengaruh, di situ ada pemaksaan kehendak. Di mana ada pemaksaan kehendak, di situ masing-masing tidak mau mengalah. Di mana masing-masing tidak mau mengalah, di situ masalah tidak pernah diselesaikan. Di mana masalah tidak pernah diselesaikan, di situ biasanya berakhir tanpa penyelesaian. Di mana? Di mana-mana! – kita hendaklah mematuhi peraturan tempat yang kita diami 33. Diam-diam ubi berisi, diam-diam penggali berkarat – diam orang yang berilmu itu berfikir sementara diam orang yang bodoh itu sia-sia sahaja. 34. Didengar ada, dipakai tidak – nasihat yang sia-sia. 35. Enggang sama enggang, pipit-sama pipit – bergaul dengan orang yang sama taraf. 36. Gajah mati meninggalkan tulang, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama – jasa dan nama baik seseorang yang mati akan dikenang juga. 37. Gajah sama gajah berjuang, pelanduk mati di tengah-tengah – pergaduhan antara dua orang besar atau pemerintah, rakyat yang mendapat kesusahan. 38. Genggam bara api biar sampai jadi arang – membuat sesuatu pekerjaan yang susah, hendaklah sabar sehingga mencapai kejayaan. 39. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari – tingkah laku guru akan menjadi ikutan murid. 40. Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang juga – budi baik seseorang tidak akan dilupakan walaupun dia telah mati. 41. Harapkan pagar, pagar makan padi – seseorang yang dipercayai untuk menjaga sesuatu, dia pula yang mengkhianati kita. 42. Hati gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah – pembahagian yang sama rata. 43. Hati hendak semua jadi – jika ada kemahuan, semua kerja akan jadi. 44. Hendak seribu daya, tak hendak seribu dalih – jika berkehendakkan sesuatu akan berusaha untuk mendapatkannya, tetapi jika tidak mahu membuat sesuatu pekerjaan, berbagai-bagai alasan boleh diberikan. 45. Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah – semasa hidup kita mestilah mengikuti adat resam, dan apabila sudah mati terserah pada hukum Tuhan. 46. Hidup sandar-menyandar umpama aur dengan tebing – tolong-menolong dalam kehidupan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar